MK: DPD Berhak Bahas RUU Terkait Otonomi Daerah
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Permohonan ini diajukan oleh Ketua DPD Irman Gusman, Wakil Ketua DPD La Ode Ida, dan Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Mahkamah Konstitusi memberi wewenang DPD untuk ikut serta mengajukan dan membahas Rancangan Undang-Undang.
"Rancangan Undang-Undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada pimpinan DPD untuk Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD saat membacakan amar putusan di gedung MK, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2013.
Menurut Mahkamah, sebagai lembaga negara, DPD juga memiliki hak menyusun program legislasi nasional (Prolegnas). Sebab kedudukan DPD setara dengan Presiden dan DPR.
"Penyusunan Program Legislasi Nasional dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah," ungkap Mahfud.
Selain itu, Pasal 21 ayat 1 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "penyusunan Prolegnas antara DPR, DPR, dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR khusus menangani bidang legislasi".
"Hasil penyusunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 disepakati menjadi Prolegnas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR," jelas Mahfud.
"Hasil penyusunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 disepakati menjadi Prolegnas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna," kata Mahfud.