Jenderal Purn Agus: Boleh Benci SBY, Tapi Jangan Jatuhkan
Salah satu hal yang dibahas antara tujuh purnawirawan jenderal TNI dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah suksesi kepemimpinan nasional tahun 2014. Para jenderal itu ingin agar stabilitas keamanan dan ekonomi di Indonesia tetap terjaga meskipun presiden berganti.
Tujuh purnawirawan jenderal itu juga prihatin dengan upaya-upaya menurunkan Presiden SBY melalui cara-cara inkonstitusional. Metode tidak demokratis semacam itu, menurut mereka, tidak perlu dilakukan karena masa pemerintahan Presiden SBY tinggal tersisa setahun lagi.
“Terlalu mahal harganya kalau ada pihak-pihak yang berusaha merusak demokrasi. Itu tidak boleh terjadi karena merupakan kemunduran demokrasi. Jangan karena kepentingan sempit atau ambisi pribadi, maka kepentingan bangsa dikorbankan,” kata Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo, salah satu dari tujuh purnawirawan jenderal yang menemui Presiden SBY.
Agus tidak menyebutkan upaya-upaya inkonstitusional macam apa yang ia maksud. Namun menurutnya, semua itu terlihat dari suasana kebencian yang terbangun terhadap SBY. “Orang boleh tidak suka kepada SBY, boleh tidak setuju dengan kebijakannya, boleh benci SBY. Tapi semua harus diletakkan dalam koridor demokrasi. Jangan jatuhkan SBY,” kata mantan Kepala Staf Teritorial TNI itu kepada VIVAnews, Jumat 15 Maret 2013.
Terkait keberlangsungan proses demokratisasi itu pula, tujuh purnawirawan jenderal mensyaratkan presiden selanjutnya harus bisa melanjutkan momentum demokratisasi di Indonesia. Namun mereka tak mau menyebut calon presiden mana yang mereka anggap layak untuk meneruskan estafet kepemimpinan nasional Indonesia.
“Tentu saja ada pilihan-pilihan untuk dibandingkan mana yang lebih mendekati aspirasi kami dan mana yang jauh dari aspirasi. Tapi setiap warga negara dan kelompok punya penilaian sendiri. Biar nanti rakyat yang menentukan pilihan,” ujar Agus.
Sebelumnya, purnawirawan jenderal lainnya, Suaidi Marasabessy, mengatakan membahas hasil survei capres 2014 bersama SBY. “Kami bukan mengajukan nama capres. Kami hanya mengangkat hasil survei karena kami juga punya lembaga survei sendiri tentang capres. Jadi bahasannya tidak spesifik soal nama, melainkan soal nilai atau elektabilitas capres di dalam survei itu,” kata Suaidi.