5 jurus pemerintah atur BBM bersubsidi
Pemerintah mulai khawatir besaran anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang terus membengkak setiap saat. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tengah bergairah membuat tingkat konsumsi masyarakat terus merangkak naik tanpa bisa direm.
Anggaran subsidi BBM tahun ini dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan sebesar Rp 198 triliun. Angka ini berpotensi membengkak melebihi asumsi yang mana tentunya akan semakin memberatkan kondisi fiskal negara.
Anggaran subsidi yang membengkak membuat negara membutuhkan pembiayaan lain. Di tahun berjalan, pemerintah tidak dapat menambah penerimaan kecuali dari berutang. Tahun ini pemerintah menetapkan besaran defisit sebesar 2,25 persen.
Namun langkah penambahan utang ini tidak disetujui oleh Kementerian Keuangan. Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Bambang Brodjonegoro, menegaskan pemerintah tidak akan membiarkan pelebaran defisit yang signifikan.
Ambang batas defisit yang masih dapat diterima ialah 2,5 persen. "Ya pokoknya bisa jaga budget defisit di bawah 2,5 persen," katanya.
Tidak diambilnya penambahan utang sebagai solusi pembengkakan subsidi membuat pemerintah harus mencari jalan keluar lain. Presiden akhir pekan kemarin mengumpulkan para menterinya untuk membahas langkah penghematan ini.
Berikut merdeka.com mencoba membahas beberapa kemungkinan yang menjadi opsi pemerintah untuk diambil. Apapun kebijakan pemerintah tentunya akan berdampak langsung pada masyarakat.
Menurut pembaca, langkah mana yang terbaik untuk masyarakat?
1. Dua harga premium
Pemerintah sadar harga jual BBM bersubsidi tidak tepat sasaran di mana kebanyakan justru dinikmati golongan mampu. Maka dari itu pemerintah berencana membedakan harga jual premium untuk mobil pribadi dengan motor dan angkutan umum.
Senior Vice President Fuel Marketing & Distribution Pertamina Suhartoko mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan jika diberlakukan dua harga. Kabar yang beredar, harga jual Premium untuk mobil pribadi sebesar Rp 6.500 per liter.
"Kemungkinan akan menuju ke sana. Tapi soal kepastian harga, lebih baik kita tunggu pemerintah," ujar Suhartoko kepada merdeka.com, Senin (15/4).
Pemerintah sendiri menegaskan akan melakukan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk mobil pribadi orang kaya. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswo Utomo, mengatakan kenaikan harga BBM subsidi tersebut antara Rp 4.500 sampai Rp 9.500 per liter.
"Tidak ada kenaikan (untuk seluruh masyarakat). Pokoknya, subsidi untuk kendaraan mobil pribadi (orang kaya) itu dikurangi tetapi belum diputuskan berapanya," ujarnya. Saat ini, lanjutnya, pemerintah masih mengkaji berapa harga yang cocok untuk BBM subsidi golongan orang kaya.
Sementara Direktur BBM Badan Pengatur Hilir Minyak Bumi dan Gas (BPH Migas), Djoko Siswanto, menegaskan nantinya ada SPBU yang menyediakan dua dispenser BBM jenis Premium. Tujuannya, untuk membedakan dispenser untuk angkutan umum dan motor, serta untuk kendaraan pribadi.
"Jadi nanti ada SPBU yang punya dua dispenser premium. Yang satu premium subsidi, yang satu premium yang harganya naik," tegas dia.
2. Pemakaian Radio Frequency Identification (RFID)
PT Pertamina menargetkan pada Juli mendatang sistem radio frequency identification (RFID) sudah dapat terpasang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Sistem RFID adalah salah satu cara penghematan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM).
VP Corporate Communication PT Pertamina, Ali Mundakir, mengatakan saat ini Pertamina telah menggandeng PT INTI sebagai pemenang tender pengadaan sistim RFID. Pemasangan sistim ini di beberapa SPBU akan dilakukan bertahap.
"Karena jumlah SPBU itu 5.000 dan jumlah pompa ada 98.000 dan semua akan dipasang alat ini," ujarnya.
Sistem RFID ini, lanjutnya, dinilai cukup efektif mencegah pembengkakan konsumsi BBM. Pasalnya, kendaraan akan dilakukan penjatahan pengisian per hari dan tidak dapat melakukan pengisian ulang.
"Misalnya per kendaraan akan dibatasi sekian liter, maka masing-masing pompa bisa di program begitu mencapai jumlah yang sudah ditetapkan, maka otomatis (pompa) akan mati," jelasnya.
Adanya sistem teknologi informasi seperti RFID dapat mencatat setiap pengeluaran volume dari masing-masing pompa di setiap SPBU. Begitu mengisi di SPBU, data kendaraan tersebut sudah tercatat secara online dan terakses ke semua SPBU.
"Jadi kalau dalam waktu dekat mobil anda mau mengisi di SPBU lain akan bisa diketahui dan tidak bisa dilayani," ungkapnya.
3. Pembatasan kuota konsumsi BBM bersubsidi
Setelah menjelaskan mengenai pengendalian konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui proses pengisian di SPBU, Pertamina juga menjelaskan sistem monitoring yang akan digunakan. Sistem pemantauan atau monitoring berpatokan pada kuota atau jatah BBM untuk setiap kendaraan.
Pertamina masih mengkaji batas maksimal atau kuota konsumsi BBM bersubsidi untuk satu unit kendaraan. Sempat diwacanakan, kendaraan pribadi maksimal mengisi 30 liter BBM bersubsidi dalam sehari.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya menuturkan, setiap kendaraan mendapat semacam smart card yang berisi volume kuota konsumsi BBM bersubsidi bulanan. Top up kuota akan dilakukan secara otomatis oleh sistem setiap bulan.
Dalam satu bulan, Pertamina dan petugas SPBU akan mengetahui jumlah kuota yang sudah terpakai. Dari mana mengetahuinya?
Hanung menjelaskan, data setiap transaksi pengisian BBM terekam melalui RFID yang ada di setiap kendaraan, dan masuk ke dalam sistem pengawasan melalui IT. "Setiap transaksi tercatat," katanya.
Konsumen pun dapat mengetahui sisa kuota atau jatah yang masih dimiliki untuk sebulan. Konsumen mengetahui dari struk yang diberikan petugas SPBU usai transaksi.
Sistem ini pernah diterapkan di beberapa perusahaan migas dunia. RFID dan smart card terintegrasi dengan pompa dispenser sehingga dapat dilakukan pengontrolan terhadap volume BBM yang di keluarkan melalui nozzle (locking system sesuai lokasi).
Lalu, bagaimana jika kuota yang dimiliki sudah habis? "Jika kuota sudah habis sebelum masanya, konsumen tidak bisa mengisi BBM bersubsidi," jelasnya. Tapi, konsumen masih dapat mengonsumsi BBM non subsidi.
4. Dibuat SPBU khusus masyarakat mampu
PT Pertamina menanggapi rencana pemberlakuan dua harga pada BBM jenis premium oleh pemerintah. Senior Vice President Fuel Marketing & Distribution Pertamina Suhartoko mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan jika diberlakukan dua harga.
Untuk mekanismenya, akan dibedakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang khusus menjual premium bagi angkutan umum dan sepeda motor. Sementara ada juga SPBU yang khusus menjual Premium bagi mobil pribadi, yang harganya berbeda dengan yang dijual untuk angkutan umum dan sepeda motor.
"Jadi lebih mempermudah pengelola SPBU karena di satu SPBU hanya ada satu harga. Dan itu sudah mulai kita persiapkan, jadi kalau pun kebijakannya nanti keluar seperti itu, tinggal langsung jalan," katanya.
Jika pemerintah menetapkan kebijakan dua harga, Pertamina wajib melakukan sosialisasi ke pengusaha. Tidak itu saja, Pertamina juga wajib melakukan cek fisik ke setiap SPBU. "Jangan sampai nanti stok di satu SPBU masih banyak, tiba-tiba harga berubah naik. Mereka bisa untung besar," jelasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, menyatakan nantinya mobil mewah akan diwajibkan masuk ke SPBU khusus. Di SPBU tersebut, harga jual BBM subsidi jenis premium dan solar akan berbeda.
Namun Jero belum menyebutkan berapa tepatnya harga jual BBM subsidi ini nantinya. Jero memastikan, khusus untuk kelompok masyarakat kelas bawah dengan kendaraan sepeda motor, angkutan umum dan mobil angkutan barang masih mendapat subsidi penuh. Saat ini pihaknya masih akan membahas secara detail aturan pelaksanaannya.
5. Pemotongan anggaran belanja pemerintah
Kementerian Keuangan menyatakan, meski telah dilakukan pembatasan, pemerintah tetap akan melakukan pemotongan belanja negara. Ini dimaksudkan sebagai antisipasi anggaran subsidi yang akan membengkak.
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, merasa program pembatasan saja tidak cukup untuk menjaga keuangan negara dalam kondisi sehat.
"Saya khawatir sistem itu tidak cukup mengendalikan kuota BBM yang kita harapkan," ujarnya.
Agus melanjutkan program pembatasan tanpa disertai pemotongan belanja akan membebani anggaran negara pada saat kuartal III nanti.
"Memang pemerintah akan ada pencanangan satu pembahasan yang pengendalian konsumsi BBM, saya yakin itu akan dikeluarkan dalam waktu dekat," tuturnya.
Pemotongan anggaran belanja ini akan berakibat berkurangnya pelayanan pemerintah kepada masyarakat.