Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang menyiapkan draf Peraturan KPU yang mengatur tentang dana kampanye partai politik, di antaranya, memuat batasan maksimum sumbangan dan identitas jelas penyumbang; perorangan, kelompok maupun badan usaha.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah menjelaskan, batasan maksimum untuk perorangan Rp1 miliar, dan untuk kelompok/badan usaha nonpemerintah Rp7,5 miliar. Identitas penyumbang harus terang dan jelas, terutama untuk yang menyumbang lebih dari Rp30 juta.
"Harus menyertakan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan identitas-identitas standar lainnya, seperti KTP, alamat jelas, nomor rekening, dan lain-lain. Jadi, nanti tidak akan ada lagi sumbangan-sumbangan yang mengatasnamakan "hamba Allah", semua jelas identitas penyumbangnya," ujar Ferry, dalam sebuah diskusi yang digelar di kantor KPU, Jakarta, Jumat, 25 Januari 2013.
Peraturan tersebut tidak hanya mencakup sumbangan ke partai secara kelembagaan, tetapi juga kepada para calon anggota legislatif (caleg) dari masing-masing partai. Mekanismenya, para caleg harus melaporkan dana kampanye (penerimaan dan pendapatan) kepada partainya, lalu pihak partai melaporkan kepada KPU.
Peraturan tersebut, kata Ferry, untuk mencegah tidak terawasinya dana kampanye para caleg. Sebab mereka cenderung secara swadaya mengumpulkan sekaligus mengelola keuangannya tanpa harus melaporkan kepada partai yang bersangkutan.
Selain itu, di dalam Peraturan KPU nantinya akan diatur juga mekanisme pelaporan dana kampanye partai politik kepada publik secara berkala. "Jadi, nanti dana kampanye parpol akan diumumkan di website KPU setiap tiga bulan sekali. Masyarakat dapat melihat keuangan dana kampanye partai, baik dari penerimaan maupun pengeluarannya."
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan, mendesak KPU segera menerbitkan peraturan tersebut sehingga dapat segera diberlakukan. Sebab, transaksi rekening partai sudah mulai berjalan sejak 10 partai politik peserta Pemilu tahun 2014 ditetapkan. Jika tidak segera, ketiadaan peraturan berpotensi terjadinya sumbangan-sumbangan maupun pembelanjaan dana kampanye yang tak dapat dipertanggungjawabkan.
Temuan ICW pada Pemilu tahun 2009 menunjukkan banyak manipulasi penerimaan maupun penggunaan dana kampanye, karena peraturannya terlambat diterbitkan.
"Misalnya, ada partai yang penerimaannya dilaporkan Rp140 miliar, tetapi untuk belanja iklan saja mencapai Rp170 miliar," ujar Dahlan, yang juga hadir sebagai narasumber pada diskusi itu.
Temuan lainnya, banyak sumbangan yang identitas penyumbangnya tidak jelas atau sedikitnya mencurigakan. Misalnya, seseorang dengan profesi tertentu dengan perkiraan penghasilan per bulan yang minim, menyumbang Rp100 juta.